Menjadi Tuna Rungu
Saya seorang wanita Tuna Rungu, usia 35 th, anak ke 2 dari lima bersaudara. Memiliki seorang suami yang juga sama seperti dirinya,
yaitu Tuna Rungu. Dalam keluarga saya , semua dulunya beragama Buddha, namun, sekarang sdh beragama Kristen. Kakak pertama
saya lah yang menjadi Kristen terlebih dahulu. Pada waktu saya lahir, sebenarnya lahir secara normal, tdk ada mengalami gangguan
pendengaran. Sampai akhirnya di usia 4 tahun, barulah saya mendapatkan masalah dengan pendengarannya, karena terlalu banyak
mendapatkan suntikan, karena tubuh saya suka panas saat masih kecil. Menurut keterangan mama Saya, saya mengalami masalah
dengan pedengarannya karena dokter terlalu banyak memberikan suntikan. Meskipun Saya mengalami musibah kehilangan
pendegarannya, namun saya tidak merasa marah terhadap dokter tersebut. Namun, Saya sempat marah, marah terhadap Tuhan
karena musibah ini. Kehilangan kemampuan untuk mendengar membuat Saya susah untuk melakukan banyak hal. Saya merasa
begitu sulit hidupnya dengan kondisi fisiknya setelah saya tidak dapat mendengar. Saya mempertanyakan mengapa Tuhan
membuat semua ini terjadi, mengapa saya harus menjadi kehilangan pendengaran. Saya bersekolah, sejak TK sampai SMA,
bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB).
Masalah sepertinya tidak pernah berhenti dalam kehidupan Saya, karena setelah mama tahu bahwa Saya tidak bisa mendengar
bukannya mama mengasihi saya, justru sebaliknya, mama jadi tidak suka dengan Saya. Mama malah menjauhi Saya karena saya
adalah seorang tuna rungu. Sejak saya tidak bisa mendengar, mama jadi suka menjauhi Saya. Berbeda dengan mama, papaku
justru sayang terhadap Saya, karena tahu anaknya itu memiliki kelemahan fisik karena Tuna Rungu. Pada mulanya Saya tetap
sayang mamanya, walaupun mama tidak menyukai Saya, namun bagi Saya tetap sayang sama mamaku. Namun, setelah dewasa
saya mulai tidak bisa menerima sikap dan perlakuan mamaku, karena mamanya suka marahmarah dan berbicara kasar kepada Saya.
Tetapi Saya cukup terhibur dengan sikap saudara-saudaranya yang sayang kepada aku, karena mereka bisa menerima keadaan Saya.
Menjadi seorang Tuna Rungu bukanlah sebuah kehidupan yang menyenangkan, tetapi kehidupan yang sangat sulit, bukanlah
kehidupan yang saya inginkan. Dalam perjalanan hidupnya, masalah dalam hidupnya bukan saja karena adanya penolakan dari mama,
tetapi juga dalam kehidupan masa depan. sangat sulit untuk meniti masa depan, apalagi mengembangkan karir yang baik. Setelah lulus
sekolah, saya sangat sulit untuk mencari pekerjaan. Dengan kondisi fisiknya yang punya kekurangan ini, tidak ada yang mau menerima
saya untuk bekerja. Banyak yang menolak saya, karena alasan Tuna Rungu. Dalam situasi yang seperti itu, saya mencoba peruntungan
hidupnya dengan mencoba kursus salon kecantikan bersama dengan temannya yang bernama Henni. Namun, nasib berkata lain. Karena
Saya tidak memiliki bakat menjadi peñata rambut, saya memilih keluar dari kursus salon kecantikan tersebut. Setelah keluar, Saya
akhirnya memilih kerja dengan membantu mama menjaga toko pakaian, di daerah mangga dua. Saya membantu mama sampai hari ini,
berarti sudah sekitar 15 tahun lamanya membantu mamanya menjaga toko pakaian.
Awal mula saya dan seluruh keluarga bisa mengenal Tuhan Yesus adalah karena ada sebuah ajakan dari saudara pihak mamaku, yang
mengajak papa dan mama Saya ke gereja. Gereja itu adalah gereja, di daerah Pluit. Saya terus lanjut untuk ke gereja, sedangkan papa
dan mama tidak mau lagi ke gereja. Saya mau menjadi Kristen, sedangkan papa dan mama tidak mau. Pada mulanya ada kesulitan juga
bagi Saya untuk mengerti apa itu keKristenan, sampai akhirnya Tuhan beri pengertian melalui saudara Saya yang suka memberikan
penjelasan tentang keKristenan, dan juga melalui pembacaan Alkitab. Papa dan mama akhirnya menjadi Kristen, setelah mereka
mendengar kotbah. Setelah itu Saya sekarang beribadah di persekutuan Tuna Rungu, . Saya pertama kali ke Komisi Tuna Rungu diajak
oleh teman saya yang bernama Henni yang pernah satu kursus salon kecantikan.
Saya pernah berdoa kepada Tuhan untuk meminta mujizat kesembuhan bagi pendengaran saya, karena saya sangat ingin bisa kembali
normal dalam menjalani kehidupannya. Mama juga sangat ingin Saya sembuh dan bisa mendengar kembali. Mama sering bawa Saya
ke setiap KKR kesembuhan, namun Tuhan tampaknya punya rencana lain dalam kehidupannya. Saya sampai hari ini tidak pernah
sembuh dalam pendengarannya. Awalnya Saya kecewa dengan Tuhan melihat kenyataan dia tidak sembuh juga setelah mengikuti KKR
kesembuhan tersebut. Kenyataan pahit tidak membuat Saya terus menyalahkan Tuhan, saya tetap mau ke gereja, dan melayani Tuhan.
Setelah Saya mengikuti ibadah di Komisi Tuna Rungu, GKI Pinangsia, Saya mulai rajin melayani dalam komisi Tuna Rungu.dan pada saat
itulah saya dibuat mengerti kasih Tuhan kepada saya, oleh karena persekutuan itulah yang membuat saya bertumbuh Sampai hari ini
saya tetap setia datang beribadah dan melayani di Komisi Tuna Rungu bersama suami tercinta, Saya yang juga Tuna Rungu.
Perjumpaan dengan suami tercinta, H**** *** sebenarnya sejak kami masih samasama di SMP (SLB). Setelah kenal cukup lama, maka
di SMA kami menjalin asmara. Perjalanan asmara kami berdua berlanjut sampai kepada pernikahan, dan kami berdua saat ini merupakan
pasangan suami istri yang setia melayani Tuhan di Komisi Tuna Rungu. Komunitas Tuna Rungu inilah yang membuat Saya dan suami,
sesama penyandang disabilitas dalam pendengaran merasa memiliki komunitas. Di komunitas ini kami bisa saling belajar satu dengan
yang lainnya, dan merasa bahwa kami tidak sendirian. Dan kami bisa mengembangkan talentatalenta yang ada. Saya dan suami bisa
berbagian dalam melayani Tuhan, tidak kalah dengan yang normal. Saya merasa senang, karena di Komisi Tuna Rungu memiliki Vocal
Group, dan tari yang bagi mereka tidak kalah dengan teman-teman normal. Jadi sekali lagi Saya bersyukur bahwa Tuhan memperlihatkan kepada kami bahwa Tuhan itu sungguh Allah yang hidup,
yang sanggup menerima dan mengasihi mereka secara luar biasa. Saya dan suami tidak lagi merasa malu dan sedih sekalipun kami adalah
seorang Tuna Rungu.